Selasa, 26 Mei 2015

TRAGEDI RAJA SALYA

KISAH SALYA, SANG RAJA MANDARAKA 



       pangeran muda yang gagah di kerajaan mandaraka bernama narasoma, dia pandai dan percaya diri meskipun kadang tinggi hati. sang ayah, prabu mandrapati, dan sang ibu, dewi tejawati, menyayangi dia sampai tiba saatnya sang putra usianya telah cukup untuk menikah dan naik tahta. berkali-kali narasoma menolak permintaan orang tuanya ini, dan yang terakhir kali ia mengiyakan dengan syarat ia minta calon istri yang mirip dengan  ibunya.
        sang raja marah besar, salah paham, dan mengusir narasoma dari kerajaannya. sang ibu berusaha menjelaskan, namun ayahanda raja sudah terlalu kesal sedangkan sang anak tak terima pula diperlakukan demikian. pergilah narasoma dari mandaraka. ia meninggalkan ayah dan ibunya serta adiknya, madrim, yang nantinya dipersunting oleh prabu pandu dari astina serta melahirkan nakula dan sadewa – bungsu dari pandawa lima.
mandrapati akhirnya menyadari kesalahannya, tapi terlalu sombong untuk meminta maaf dan menyuruh anaknya kembali pulang. kesombongan ini kemudian membuatnya menyesal sampai akhir hayatnya…
         sang pangeran masih kesal dengan ayahnya menggembel tak tentu arah, hingga sampailah ia di pertapaan argobelah dan melihat seorang gadis yang sangat cantik. dewi pujawati nama gadis cantik tersebut. mereka berdua jatuh cinta, dan pergi menghadap ayah si gadis cantik. tak disangka oleh narasoma, dewi pujawati yang cantik jelita rupanya memiliki ayah seorang raksasa bernama begawan bagaspati yang memperistri seorang bidadari bernama dewi darmastuti.
narasoma mengajukan niatnya untuk menikahi dewi pujawati, dengan syarat mertuanya harus mati terlebih dahulu. hah? kenapa? karena selama hidupnya narasoma dididik oleh orang tuanya bahwa manusia tidak selevel dengan bangsa raksasa, dan tidak seharusnya ia menjalin hubungan apapun dengan bangsa mereka. begawan bagaspati ini raksasa yang bijak dan sakti, dan sebenarnya ia sudah tahu siapa narasoma. ia adalah anak dari sahabat seperguruannya, prabu mandrapati. setelah berpikir panjang, ia memutuskan untuk menyerahkan nyawanya pada sang calon menantu agar putrinya bahagia.
       begawan bagaspati memiliki sebuah ajian super sakti bernama candrabirawa, di mana ajian ini kalau dikeluarkan akan memanggil raksasa-raksasa kerdil untuk berperang melawan musuh. ajaibnya, jika mereka dilukai maka pasukan raksasa kerdil justru akan membelah diri menjadi lebih banyak. sayang sekali ajian candrabirawa tak bisa diturunkan dengan latihan biasa – sang pemilik sebelumnya harus mati jika ingin ajiannya diturunkan pada orang lain.
       demikianlah begawan bagaspati menurunkan ajian candrabirawa pada narasoma yang kemudian pulang ke rumah membawa seorang istri yang cantik. sebelum meninggal, bagaspati bersabda bahwa pada akhir hidupnya narasoma akan mengalami sebuah kesulitan yang teramat besar, karena pada masa muda ia hanya mau enaknya saja. ia juga bersabda bahwa narasoma akan mati dengan cara seperti ia mati, yaitu menyerahkan nyawanya untuk orang lain.
singkat cerita, setelah prabu mandrapati mangkat maka narasoma menggantikannya menjadi raja dan mengganti namanya menjadi prabu salya sedangkan istrinya menjadi dewi setyawati. mereka memiliki tiga orang putri dan seorang putra. ketiga putrinya diperistri oleh sahabat-sahabatnya: baladewa, karna dan duryudana. demikianlah kerajaan mandaraka mempererat hubungannya dengan kerajaan astina.
       saat pecah perang baratayuda, prabu salya memutuskan untuk memihak pandawa terutama karena ia sudah berjanji pada adiknya untuk menjaga nakula dan sadewa yang ditinggalkan sang ibu saat melahirkan mereka. suatu hari salya dan pasukannya sedang berada di jalan menuju medan perang dan bergabung dengan pandawa. di tengah jalan mereka menemukan sebuah tenda dengan banyak makanan – berhentilah mereka di situ, makan enak dan beristirahat. tiba-tiba pasukan kurawa muncul dan menyatakan bahwa seisi tenda itu adalah miliknya, termasuk prabu salya dan seluruh pasukannya. merasa terjebak, prabu salya terpaksa menyeberang ke pihak kurawa meskipun ia tak suka karena tahu kurawa ada di pihak yang salah. anak-anak pandawa pun merasa sedih karena paman kesayangan mereka terpaksa pergi.
        pada suatu siang, kurusetra bermandikan darah lagi karena karna gugur oleh pasopati arjuna. kurawa pun kehilangan senapati andalan mereka setelah pandita Drona dan resi Bhisma sudah gugur terlebih dahulu. tak memiliki pilihan lain, Duryudana pun menunjuk salya untuk memimpin peperangan keesokan harinya. pandawa yang mengetahui rencana ini pun takut karena ajian candrabirawa ini  saktinya luar biasa dan jika salya mengeluarkan ajian itu maka lebih baik pandawa menyerah saja.
setelah berunding, pihak pandawa mengutus nakula dan sadewa datang ke hastinapura untuk meminta agar sang paman bersedia mengorbankan dirinya demi semua orang. salya pun menyadari inilah saatnya, akhir hidupnya yang pernah disabdakan oleh begawan bagaspati. awalnya salya tidak mau, namun dia tersentuh saat kedua keponakannya berkata pasrah, “uwa salya, dalem pamit pejah” (“paman salya, saya pamit mati”).
sebelum mereka pulang, salya menitipkan pesan untuk kresna agar mengutus yudhistira dalam peperangan nanti. ajian candrabirawa hanya bisa dihadapi oleh seseorang yang berhati tulus, dan anak sulung pandawa inilah yang memenuhi persyaratan.
        pagi pun tiba. salya bersedekap di atas keretanya, memanggil ajian candrabirawa. tak lama kemudian raksasa-raksasa kerdil itu bermunculan menyerang pasukan pandawa, mengobrak-abrik setiap jantung pertahanan dan semakin dilawan semakin bertambah banyaklah mereka.
kresna, sang titisan dewa wisnu, memerintahkan pasukan pandawa agar menurunkan senjata dan tidak mencoba melawan ajian candrabirawa. para pasukan terkejut, namun menurut pada perintah sang senapati.
jumlah raksasa itupun menyusut dan terus menyusut hingga tinggal seorang saja. dari langit terdengar suara “sudah ngger, pulanglah”, suara begawan bagaspati yang memanggil candrabirawa pulang kembali padanya. salya pun sudah tahu apa yang terjadi dan meminta kresna memanggil yudhistira.
sang keponakan mendekat, menyiapkan jamus kalimasada yang terkenal mematikan itu. busur direntang, dan pusaka jamus kalimasada sudah siap dilepaskan namun ia mendadak ragu. salya pun memanggilnya, “mendekatlah nak, mendekat pun paman. sempurnakan pun paman dengan pusaka kalimasada.”
       yudhistira mengangguk, sendika dhawuh. raja negeri amarta ini memang tak seterkenal arjuna dalam hal memanah, namun bukannya ia tak memiliki kemampuan yang menakjubkan karena ia pun lulusan padepokan sokalima asuhan pandita Drona. pusaka kalimasada dilepaskan dari busurnya, dan jimat yang berupa kitab itupun berubah menjadi panah yang langsung menancap di dada prabu salya. salya terpejam namun tersenyum sampai matanya menutup untuk terakhir kalinya, bermandi darah di baju panditanya.
dewi setyawati yang untuk kali itu mengikuti suaminya pergi berperang menghambur di atas mayat sang suami. tak ingin terlalu lama berpisah, ia tikamkan sebilah keris di jantungnya, menyusul pergi sang pujaan hati…

catatan : ini versi jawa ada beberapa perbedaan dari versi yang ada din india... so "perbedaan adalah pengetahuan yang menimbulkan pengetahuan"...



asal usul senjata jamus kalimasada..
        Salah satu kisah pewayangan Jawa menceritakan tentang asal usul terciptanya pusaka Jamus Kalimasada. Pada mulanya terdapat seorang raja bernama Prabu Kalimantara dari Kerajaan Nusahantara yang menyerang kahyangan bersama para pembantunya, yaitu Sarotama dan Ardadedali. Dengan mengendarai Garuda Banatara, Kalimantara mengobrak-abrik tempat tinggal para dewa.
           Bhatara Guru raja kahyangan meminta bantuan Resi Satrukem dari pertapaan Sapta Arga untuk menumpas Kalimantara. Dengan menggunakan kesaktiannya, Satrukem berhasil membunuh semua musuh para dewa tersebut. Jasad mereka berubah menjadi pusaka. Kalimantara berubah menjadi kitab bernama Jamus Kalimasada, Sarotama dan Ardadedali masing-masing menjadi panah, sedangkan Garuda Banatara menjadi payung bernama Tunggulnaga.
       Satrukem kemudian memungut keempat pusaka tersebut dan mewariskannya secara turun-temurun, sampai kepada cicitnya yang bernama Resi Vyasa. Ketika kelima cucu Abyasa, yaitu para Pandava membangun kerajaan baru bernama Amertha, pusaka-pusaka tersebut pun diwariskan kepada mereka sebagai pusaka yang dikeramatkan dalam istana.
Di antara pusaka-pusaka Kerajaan Amarta, Jamus Kalimasada menempati peringkat utama. Kisah-kisah pedalangan banyak yang bercerita tentang upaya musuh-musuh Pandawa untuk mencuri Kalimasada. Meskipun demikian pusaka keramat tersebut senantiasa kembali dapat direbut oleh Yudistira dan keempat adiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar