KISAH SALYA, SANG RAJA MANDARAKA
pangeran muda yang gagah di
kerajaan mandaraka bernama narasoma, dia pandai dan percaya diri
meskipun kadang tinggi hati. sang ayah, prabu mandrapati, dan sang ibu,
dewi tejawati, menyayangi dia sampai tiba saatnya sang putra usianya
telah cukup untuk menikah dan naik tahta. berkali-kali narasoma menolak
permintaan orang tuanya ini, dan yang terakhir kali ia mengiyakan dengan
syarat ia minta calon istri yang mirip dengan ibunya.
sang raja marah besar, salah paham, dan
mengusir narasoma dari kerajaannya. sang ibu berusaha menjelaskan, namun
ayahanda raja sudah terlalu kesal sedangkan sang anak tak terima pula
diperlakukan demikian. pergilah narasoma dari mandaraka. ia meninggalkan
ayah dan ibunya serta adiknya, madrim, yang nantinya dipersunting oleh
prabu pandu dari astina serta melahirkan nakula dan sadewa – bungsu dari
pandawa lima.
mandrapati akhirnya menyadari
kesalahannya, tapi terlalu sombong untuk meminta maaf dan menyuruh
anaknya kembali pulang. kesombongan ini kemudian membuatnya menyesal
sampai akhir hayatnya…
sang pangeran masih kesal dengan
ayahnya menggembel tak tentu arah, hingga sampailah ia di pertapaan
argobelah dan melihat seorang gadis yang sangat cantik. dewi pujawati
nama gadis cantik tersebut. mereka berdua jatuh cinta, dan pergi
menghadap ayah si gadis cantik. tak disangka oleh narasoma, dewi
pujawati yang cantik jelita rupanya memiliki ayah seorang raksasa
bernama begawan bagaspati yang memperistri seorang bidadari bernama dewi
darmastuti.
narasoma mengajukan niatnya untuk
menikahi dewi pujawati, dengan syarat mertuanya harus mati terlebih
dahulu. hah? kenapa? karena selama hidupnya narasoma dididik oleh orang
tuanya bahwa manusia tidak selevel dengan bangsa raksasa, dan tidak
seharusnya ia menjalin hubungan apapun dengan bangsa mereka. begawan
bagaspati ini raksasa yang bijak dan sakti, dan sebenarnya ia sudah tahu
siapa narasoma. ia adalah anak dari sahabat seperguruannya, prabu
mandrapati. setelah berpikir panjang, ia memutuskan untuk menyerahkan
nyawanya pada sang calon menantu agar putrinya bahagia.
begawan bagaspati memiliki sebuah ajian
super sakti bernama candrabirawa, di mana ajian ini kalau dikeluarkan
akan memanggil raksasa-raksasa kerdil untuk berperang melawan musuh.
ajaibnya, jika mereka dilukai maka pasukan raksasa kerdil justru akan
membelah diri menjadi lebih banyak. sayang sekali ajian candrabirawa tak
bisa diturunkan dengan latihan biasa – sang pemilik sebelumnya harus
mati jika ingin ajiannya diturunkan pada orang lain.
demikianlah begawan bagaspati menurunkan
ajian candrabirawa pada narasoma yang kemudian pulang ke rumah membawa
seorang istri yang cantik. sebelum meninggal, bagaspati bersabda bahwa
pada akhir hidupnya narasoma akan mengalami sebuah kesulitan yang
teramat besar, karena pada masa muda ia hanya mau enaknya saja. ia juga
bersabda bahwa narasoma akan mati dengan cara seperti ia mati, yaitu
menyerahkan nyawanya untuk orang lain.
singkat cerita, setelah prabu mandrapati
mangkat maka narasoma menggantikannya menjadi raja dan mengganti
namanya menjadi prabu salya sedangkan istrinya menjadi dewi setyawati.
mereka memiliki tiga orang putri dan seorang putra. ketiga putrinya
diperistri oleh sahabat-sahabatnya: baladewa, karna dan duryudana.
demikianlah kerajaan mandaraka mempererat hubungannya dengan kerajaan
astina.
saat pecah perang baratayuda, prabu
salya memutuskan untuk memihak pandawa terutama karena ia sudah berjanji
pada adiknya untuk menjaga nakula dan sadewa yang ditinggalkan sang ibu
saat melahirkan mereka. suatu hari salya dan pasukannya sedang berada
di jalan menuju medan perang dan bergabung dengan pandawa. di tengah
jalan mereka menemukan sebuah tenda dengan banyak makanan – berhentilah
mereka di situ, makan enak dan beristirahat. tiba-tiba pasukan kurawa
muncul dan menyatakan bahwa seisi tenda itu adalah miliknya, termasuk
prabu salya dan seluruh pasukannya. merasa terjebak, prabu salya
terpaksa menyeberang ke pihak kurawa meskipun ia tak suka karena tahu
kurawa ada di pihak yang salah. anak-anak pandawa pun merasa sedih
karena paman kesayangan mereka terpaksa pergi.
pada suatu siang, kurusetra bermandikan
darah lagi karena karna gugur oleh pasopati arjuna. kurawa pun
kehilangan senapati andalan mereka setelah pandita Drona dan resi Bhisma
sudah gugur terlebih dahulu. tak memiliki pilihan lain, Duryudana pun
menunjuk salya untuk memimpin peperangan keesokan harinya. pandawa yang
mengetahui rencana ini pun takut karena ajian candrabirawa ini saktinya
luar biasa dan jika salya mengeluarkan ajian itu maka lebih baik
pandawa menyerah saja.
setelah berunding, pihak pandawa
mengutus nakula dan sadewa datang ke hastinapura untuk meminta agar sang
paman bersedia mengorbankan dirinya demi semua orang. salya pun
menyadari inilah saatnya, akhir hidupnya yang pernah disabdakan oleh
begawan bagaspati. awalnya salya tidak mau, namun dia tersentuh saat
kedua keponakannya berkata pasrah, “uwa salya, dalem pamit pejah”
(“paman salya, saya pamit mati”).
sebelum mereka pulang, salya menitipkan
pesan untuk kresna agar mengutus yudhistira dalam peperangan nanti.
ajian candrabirawa hanya bisa dihadapi oleh seseorang yang berhati
tulus, dan anak sulung pandawa inilah yang memenuhi persyaratan.
pagi pun tiba. salya bersedekap di atas
keretanya, memanggil ajian candrabirawa. tak lama kemudian
raksasa-raksasa kerdil itu bermunculan menyerang pasukan pandawa,
mengobrak-abrik setiap jantung pertahanan dan semakin dilawan semakin
bertambah banyaklah mereka.
kresna, sang titisan dewa wisnu,
memerintahkan pasukan pandawa agar menurunkan senjata dan tidak mencoba
melawan ajian candrabirawa. para pasukan terkejut, namun menurut pada
perintah sang senapati.
jumlah raksasa itupun menyusut dan terus menyusut hingga tinggal seorang saja. dari langit terdengar suara “sudah ngger, pulanglah”, suara begawan bagaspati yang memanggil candrabirawa pulang kembali padanya. salya pun sudah tahu apa yang terjadi dan meminta kresna memanggil yudhistira.
jumlah raksasa itupun menyusut dan terus menyusut hingga tinggal seorang saja. dari langit terdengar suara “sudah ngger, pulanglah”, suara begawan bagaspati yang memanggil candrabirawa pulang kembali padanya. salya pun sudah tahu apa yang terjadi dan meminta kresna memanggil yudhistira.
sang keponakan mendekat, menyiapkan
jamus kalimasada yang terkenal mematikan itu. busur direntang, dan
pusaka jamus kalimasada sudah siap dilepaskan namun ia mendadak ragu.
salya pun memanggilnya, “mendekatlah nak, mendekat pun paman.
sempurnakan pun paman dengan pusaka kalimasada.”
yudhistira mengangguk, sendika dhawuh.
raja negeri amarta ini memang tak seterkenal arjuna dalam hal memanah,
namun bukannya ia tak memiliki kemampuan yang menakjubkan karena ia
pun lulusan padepokan sokalima asuhan pandita Drona. pusaka kalimasada
dilepaskan dari busurnya, dan jimat yang berupa kitab itupun berubah
menjadi panah yang langsung menancap di dada prabu salya. salya terpejam
namun tersenyum sampai matanya menutup untuk terakhir kalinya, bermandi
darah di baju panditanya.
dewi setyawati yang untuk kali itu
mengikuti suaminya pergi berperang menghambur di atas mayat sang suami.
tak ingin terlalu lama berpisah, ia tikamkan sebilah keris di
jantungnya, menyusul pergi sang pujaan hati…
catatan : ini versi jawa ada beberapa perbedaan dari versi yang ada din india... so "perbedaan adalah pengetahuan yang menimbulkan pengetahuan"...
asal usul senjata jamus kalimasada..
Salah satu kisah pewayangan Jawa menceritakan tentang asal usul terciptanya pusaka Jamus Kalimasada.
Pada mulanya terdapat seorang raja bernama Prabu Kalimantara dari
Kerajaan Nusahantara yang menyerang kahyangan bersama para pembantunya,
yaitu Sarotama dan Ardadedali. Dengan mengendarai Garuda Banatara,
Kalimantara mengobrak-abrik tempat tinggal para dewa.
Bhatara Guru raja kahyangan meminta bantuan Resi Satrukem dari pertapaan Sapta Arga untuk menumpas Kalimantara. Dengan
menggunakan kesaktiannya, Satrukem berhasil membunuh semua musuh para
dewa tersebut. Jasad mereka berubah menjadi pusaka. Kalimantara berubah
menjadi kitab bernama Jamus Kalimasada, Sarotama dan Ardadedali
masing-masing menjadi panah, sedangkan Garuda Banatara menjadi payung
bernama Tunggulnaga.
Satrukem kemudian memungut keempat pusaka tersebut dan mewariskannya secara turun-temurun, sampai kepada cicitnya yang bernama Resi Vyasa. Ketika kelima cucu Abyasa, yaitu para Pandava membangun kerajaan baru bernama Amertha, pusaka-pusaka tersebut pun diwariskan kepada mereka sebagai pusaka yang dikeramatkan dalam istana.
Di antara pusaka-pusaka Kerajaan Amarta, Jamus Kalimasada menempati
peringkat utama. Kisah-kisah pedalangan banyak yang bercerita tentang
upaya musuh-musuh Pandawa untuk mencuri Kalimasada. Meskipun demikian
pusaka keramat tersebut senantiasa kembali dapat direbut oleh Yudistira
dan keempat adiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar